16 Feb 2014

Menebar Benih Panggilan di Paroki Sumber


Sumber, Muntilan – Walau abu masih mengganggu aktivitas banyak orang, para frater Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan Yogyakarta tetap melaksanakan promosi panggilan di Paroki St. Maria Lourdes, Sumber. Kegiatan promosi panggilan ini berlangsung selama dua hari (15 s/d 16 Februari 2014) dan menjadi bagian dari Tahun Syukur Paroki Santa Maria Lourdes, Sumber. Tidak hanya para frater Seminari Tinggi, hadir pula sejumlah suster dan bruder dari beberapa konggregasi yang ikut mengenalkan hidup panggilan kepada umat.

Para frater, bruder, dan suster ini dibagi ke lingkungan-lingkungan untuk mengadakan rekoleksi umat. Mereka menjadi fasilitator yang akan mendengarkan segala keprihatinan dan sharing hidup menggereja di dalam lingkungan masing-masing. Tentu saja yang tidak boleh terlewatkan adalah pengenalan akan hidup panggilan oleh orang-orang berjubah ini.



Seluruh rangkaian rekoleksi umat ini ditutup dengan Perayaan Ekaristi yang dipusatkan di Paroki Sumber. Usai perayaan Ekaristi, para frater bersama anak-anak PIA dan PIR mengikuti acara ‘srawung bocah’ yang diisi dengan pentas seni dari masing-masing wilayah. Acara ini kian meriah dengan adanya door prize yang dibagikan oleh para frater. Seluruh rangkaian acara selesai pada pukul 13.00 dan saatnya bagi para frater, bruder, serta suster untuk kembali ke biara dan seminari dengan menembus jalanan yang masih penuh abu.

Semoga benih yang ditabur ini dapat dituai di masa yang akan datang.(dct) 

14 Feb 2014

Abu makin Bermakna di Hari Valentine


Seminari Tinggi Kentungan -  Hari Valentine tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Valentine tahun ini disambut dengan hujan abu akibat letusan gunung Kelud. Seminari Tinggi Kentungan pun juga penuh dengan abu mulai dari pagi tadi. Melihat situasi ini, para frater berusaha untuk  membersihkannya terutama abu yang berada di sekitar unit dan gang. Wujud cinta mereka di hari Valentine nyata melalui kegiatan bersih-bersih sebagai wujud cinta mereka pada seminari.


Tidak hanya itu, ada yang berbeda dengan perayaan Valentine di Seminari Tinggi Kentungan tahun ini. Semua warga komunitas berkumpul dan merayakannya secara bersama-sama di Ruang Rekreasi Seminari. Acara diisi dengan penampilan beberapa grup musik para frater dengan gayanya yang khas, talk show singkat, dan games. Selain itu, ada pula pembacaan puisi yang tentunya bertemakan cinta dan valentine.



Kemeriahan perayaan Valentine tahun ini semakin terasa karena kebersamaan yang tercipta di dalam komunitas Seminari Tinggi. Meski abu masih menutupi dan berada di mana-mana, kasih sayang tidak akan tertutup oleh apapun. Dan, abu pun makin bermakna di hari Valentine ini. (@dictuss)


Grup Band (mengaku) Pro "SAULETOY" yang beranggotakan 
Fr. Sigit (vokalis 1), Fr. Yusuf (vokalis 2+gitaris), Fr. Wawan (basis), 
Fr. Cahyo (melodi), Fr. Paulus (drummer)


Grup Band (memang) Pro "UNTITLED" yang beranggotakan 
Fr. Christian (vokalis 1), Fr. Erri (vokalis 2), Fr. Patrick (vokalis 3), 
Fr. Lanang (gitaris), Fr. Jaya (basis), Fr. Andri (drummer)


Fr. Aji (tk I) membacakan puisi karangan pujangga Fr. Didik (tk IV)

11 Feb 2014

Romantisme Warga Kedung Ombo dan Rm. Mangun

Warga Kedung Ombo berdoa di makam Rm. YB Mangunwijaya, Pr

Kemeriahan Haul 15 tahun meninggalnya Rm. Mangun juga tidak lepas dari kehadiran beberapa warga dari Kedung Ombo, tempat Rm. Mangun pernah berjuanguntuk mendapatkan hak warga di Kedung Ombo tahun 1989. Warga Kedung Ombo, yang datang sekitar 19 orang, tiba di Seminari Tinggi pukul 17.00 WIB. Setibanya di Seminari Tinggi, mereka bergegas untuk nyekar dan berdoa di pusara Rm. Mangun.

Bapak Wagimin, salah satu wakil dari Desa Klewor, bercerita banyak tentang kiprah Rm. Mangun saat di Kedung Ombo. Beliau bertutur, bagaimana warga di Kedung Ombo sangat terkesan akan usaha Rm. Mangun untuk membela hak rakyat atas tanah dan air di Kedung Ombo. Beliau juga bercerita tentang Rm. Mangun yang selalu memberikan perhatian kepada warga yang miskin dan anak-anak sekolah. “Rm. Mangun tidak pernah absen untuk memberikan sumbangan berupa makanan, pakaian, dan alat-alat sekolah untuk anak-anak,” kenang Bapak Wagimin. Kendati, apa yang dilakukan Rm. Mangun saat itu adalah tindakan gerilya, menghindari pemerintah, lanjut Pak Wagimin.

Sampai saat ini, warga Kedung Ombo masih mengenang karya Rm. Mangun. “Romo Mangun berbeda dari pemimpin yang lain. Kami diajari untuk sabar dan mau menerima setiap masalah dengan berani,” ungkap Pak Supri, salah satu warga dari Kedung Ombo. Jasa Rm. Mangun pun masih terasa sampai sekarang, di mana permasalahan tanah di Kedung Ombo sudah tidak begitu menjadi soal. “Berkat Rm. Mangun, kami menjadi berani untuk memperjuangkan hak kami. Bahkan, sekarang warga Kedung Ombo sudah bekerja sama dengan LBH Semarang. Kalau-kalau masalah ini terusik lagi, kami sudah punya kekuatan,” ungkap Pak Wagimin. (@petrikyoga)

8 Feb 2014

Selayang Pandang : Sejarah Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan


Sejarah berdirinya Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan tidak dapat dilepaskan dari peran serta Mgr. Petrus Joannes Willekens, SJ, Vikaris Apostolik Batavia (1933-1952). Salah satu hal yang melatarbelakangi, ia mendirikan Seminari Tinggi untuk pendidikan para calon imam diosesan di Indonesia, adalah adanya keprihatinan Paus Benediktus XV yang di tulis dalam Surat Apostolik Maximum Illud pada tahun 1919. Tragedi Perang Dunia I mengakibatkan kekacauan di Eropa, salah satu dampak yang dirasakan bagi Gereja adalah, pengiriman tenaga misi menjadi lamban atau bahkan berkurang drastis. Oleh karenanya Maximum Illud melihat semakin mendesaknya kebutuhan akan imam pribumi
dan penguasaan bahasa lokal justru karena adanya situasi politik di beberapa negara yang mulai mengusir orang asing berkaitan dengan gerakan kemerdekaan. Menguasai bahasa lokal dapat menjadi modal untuk diterima, tetapi juga sebagai bentuk kesediaan menerima dan menghormati budaya setempat. Oleh sebab itu Mgr. Petrus Joannes Willekens, SJ berkehendak untuk mendirikan Seminari Tinggi, sebagai tempat pendidikan lanjutan bagi lulusan dari Seminari Menengah yang pada tahun 1911 didirikan oleh Mgr. Antonius van Velsen (Vikaris Apostolik Batavia).
Didasarkan pula pada visi untuk membangun Gereja Pribumi atau Gereja Lokal yang kokoh dan mandiri, maka pada tanggal 15 Agustus 1936 secara sah diresmikan pendirian Seminari Tinggi St. Paulus di Muntilan. Situasi politik yang tidak menentu pada masa itu mengakibatkan Seminari Tinggi harus mengalami perpindahan berulang kali. Pada tanggal 3 September 1938, Seminari Tinggi berada di
Mertoyudan, lalu pada bulan Januari 1941 berpindah lagi ke Jl. Code, Yogyakarta. Tanggal 24 Januari 1942, setahun kemudian, Seminari Tinggi pindah ke Girisonta, lalu tiga hari kemudian, 27 Januari 1942, Seminari Tinggi pindah lagi ke kompleks Suster-suster CB, di Jl. Colombo Yogyakarta. Tanggal 29 Juli 1944, Seminari Tinggi pindah ke kompleks asrama Boedi Oetomo, Sindunegaran,Yoyakarta, dan pada tanggal 10 Desember 1945, Seminari Tinggi pindah ke Kolose Ignatius, Yogyakarta, sebelum pindah ke Jl. Code pada tanggal 20 Agustus 1952. Akhirnya,pada tanggal 6 Januari 1968, Seminari Tinggi mendapatkan tempat di daerah Kayen, Kentungan, Yogyakarta. Pada awal berdirinya, tahun 1936, ada lima orang calon imam diosesan yang memulai pendidikan di Seminari Tinggi, yang pada
waktu itu masih bertempat di Muntilan. Setelah menjalani proses pendidikan selama enam tahun, empat dari lima siswa calon imam diosesan tersebut akhirnya pada tanggal 28 Juli 1942 ditahbiskan menjadi imam diosesan (praja) di Gereja St. Yusuf, Bintaran, Yogyakarta oleh Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ. Keempat imam yang ditahbiskan itu adalah: Rm. Aloysius Purwadihardja ( KAS), Rm. Hubertus Voogt ( Keuskupan Padang), Rm. Simon dan Rm. Lengkong; keduanya adalah imam untuk keuskupan Manado. Sampai pada tahun 1968, tercatat ada 72 imam diosesan dari sepuluh keuskupan. Bahkan tidak hanya keuskupan-keuskupan yang mengirimkan para calon imamnya untuk menjalani pendidikan di Seminari Tinggi, namun beberapa kongregasi juga pernah mengirimkan para calon imamnya untuk menjalani formation di Seminari Tinggi, yaitu OCSO dan OMI. Berdasarkan awal sejarahnya, Seminari Tinggi yang pada mulanya didirikan di Muntilan ini adalah milik Vikariat Apostolik Batavia, namun sejak tahun 1940, lembaga Seminari Tinggi St. Paulus ini berada di bawah reksa pastoral Vikariat Semarang. Adanya beberapa keuskupan (dan juga pernah beberapa kongregasi religius) yang mengirimkan calon imamnya untuk menjalani pendidikan di Seminari Tinggi ini menjadi bukti bahwa Seminari Tinggi ini memiliki ciri inter-diosesan yang mengembangkan wawasan panggilan, perutusan, dan pelayanan untuk gereja secara luas, tidak hanya melulu melayani gereja di Keuskupan Agung Semarang saja. Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan Yogyakarta, sebagai tempat pendidikan calon imam diosesan, kini dalam perjalanannya masih mendidik para calon imam (frater) dan imam-imam yang melanjutkan studi dari tiga keuskupan, Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan Agung Jakarta, dan
Keuskupan Purwokerto. Bagi para calon imam untuk Keuskupan Agung Jakarta secara khusus menjalani proses pendidikan di Seminari Tinggi St. Paulus, sebagai lanjutan studi filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara dan kini harus melanjutkan studi teologi sebagai bagian terakhir dari proses pendidikan calon imam di Fakultas Teologi Kepausan Wedabhakti di Yogyakarta.